BMI – Partisipasi Perempuan Indonesia dalam parlemen masih sedikit, Menurut data dari World Bank (2019), negara Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen.
Rendahnya keterwakilan perempuan Indonesia dalam parlemen, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap isu kebijakan terkait kesetaraan.
Dalam kegiatan Sekolah Pimpinan Perempuan, Pedoman Dasar KMPI, Menyongsong Indonesia Emas 2045 yang diselenggarakan oleh Komite Muda Perempuan Indonesia (KMPI), pada Kamis (13/7).
Ketua DPD Banteng Muda Indonesia, Tia Rahmania mengatakan, pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen, hal ini guna mendukung kesetaraan.
“Kenapa pentingnya partisipasi perempuan untuk dipilih dan memilih dalam politik, karena secara psikologis perempuan punya kecenderungan untuk mendorong equal rights,” jelas Tia saat menjadi narasumber dalam acara tersebut.
Menurut perempuan yang kerap di sapa Teh Tia ini, ia menjelaskan adanya kelebihan perempuan menjadi wakil rakyat.
Perempuan yang menjadi wakil rakyat cenderung lebih memikirkan kepentingan masyarakat luas dibanding kepentingan golongan.
Selain itu, perempuan dinilai lebih luwes dalam bekerja dan melaksanakan tugas.
“ini yang khas dari perempuan, mereka cenderung menggunakan hati dan punya sensitifitas dalam menjalankan dan melaksanakan tugasnya,” ucapnya.
Meskipun angka keterwakilan perempuan selalu meningkat setiap ajang pemilu, namun angka keterwakilan perempuan di parlemen masih sedikit.
Tia menilai bahwa masih adanya harapan perempuan untuk terjun ke ranah politik.
“Keterwakilan perempuan di dpr masih belum memenuhi harapan, walaupun dari 2004-2019 ada peningkatan,” kata Tia.
“Masih banyaknya peluang di berbagai parpol dimana kita (perempuan) bisa masuk dan memberi warna sebagai caleg, legislator ataupun bacaleg,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi tindakan afirmatif pemerintah dengan memberikan kuota 30% bagi kaum perempuan.
“Ini masih menjadi tantangan bagi perempuan untuk memastikan jatah parlemen terisi,” imbuhnya.
“Parlemen itu kan affirmative actionnya baru pada pencalegan, tapi kedepannya harusnya parlemen punya kuota perempuan secara khusus,” tegas Tia.
Tia berharap dengan banyaknya penduduk Indonesia, secara proporsional dapat membuat keterwakilan perempuan di parlemen lebih banyak.